1. Review Jurnal Sistem Informasi Geografis dalam Perikanan
Budidaya dengan Judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penentuan Kesesuaian
Kawasan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut Di Perairan Pulau Bunguran Kabupaten
Natuna”.
Masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Natuna
menggantungkan hidupnya dengan melakukan aktifitas di bidang perikanan, baik
itu penangkapan maupun budidaya. Usaha budidaya yang dilakukan di wilayah
pesisir harus sesuai dengan daya dukung lingkungan wilayah pesisir tersebut.
Jika hal ini tidak sesuai akan dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan
baru, baik itu dari usaha itu sendiri maupun dari factor lingkungan. Oleh
karenanya sangat perlu dilakukan pengidentifikasian lokasi-lokasi yang cocok
dan layak secara parameter guna pengembangan usaha KJT dan budidaya rumput laut
ini. Hal ini diperkuat oleh Affan (2012), yang menyatakan bahwa Pemilihan
lokasi yang tepat dan baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
usaha budidaya laut disamping ketersedian benih, pakan serta terjaminnya pasar
dan harga. Pemilihan lokasi harus mempertimbangkan factor lingkungan dan
kualitas air. Kelayakan lokasi merupakan hasil kesesuaian di antara persyaratan
hidup dan berkembangnya suatu komoditas budidaya terhadap lingkungan fisik
perairan. Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi kondisi oseanografi dan
kualitas perairan serta topografi dasar laut. Penggunaan teknologi SIG dapat
membantu analisis untuk memilih lokasi yang tepat berdasarkan data pengukuran
parameter fisika dan kimia perairan.
Data yang dipakai berupa data
sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri dari; kondisi umum wilayah dan kondisi
aktifitas yang sedang berlangsung. Data primer terdiri dari data spasial dan
hasil pengukuran dilapangan (raster dan vector), selain itu digunakan Citra
satelit Landsat 5 TM Path/Row 123/57 direkam pada tahun 2002 dan Peta digital
kedalaman perairan Pulau Bunguran serta Peta Laut Natuna, Dishidros TNI AL.
Proses penentuan kesesuaian kawasan
tersebut dilakukan dengan menggunakan operasi spasial dengan memanfaatkan
aplikasi SIG. Operasi spasial tersebut merupakan operasi tumpang susun (overlay),
operasi tumpang susun adalah suatu proses penyatuan data spasial dan merupakan
salah satu fungsi efektif dalam SIG yang digunakan dalam analisa keruangan.
Sedangkan metode yang digunakan adalah weighted overlay. Weighted
overlay memberikan pertimbangan terhadap faktor atau kriteria yang
ditentukan dalam sebuah proses pemilihan kesesuaian. Hal ini diperkuat oleh
Ramadhani et al., (2016), yang menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis
(SIG) melalui metode analisis overlay telah mampu mendukung pengukuran kelayakan
suatu lahan sehingga dapat digunakan untuk menganalisa kelayakan lahan tambak
berdasarkan sebaran parameter perairannya. Metode SIG digunakan dalam
penelitian ini untuk memberikan gambaran spasial terhadap kesesuaian lingkungan
perairan dalam kegiatan budidaya.
Secara umum pengolahan data spasial
untuk kesesuaian kawasan KJT dan rumput laut meliputi analisis fisik dan
biologi perairan yang meliputi klorofil-a, DO, BOD, kecerahan, serta kedalaman.
Data-data tersebut diolah dengan weighted overlay sehingga ditemukan kesesuaian kawasan untuk
budidaya laut. Menurut Affan (2012), Kecerahan menunjukkan kemampuan
penetrasi cahaya kedalam perairan. Tingkat penetrasi cahaya sangat dipengaruhi
oleh partikel yang tersuspensi dan terlarut dalam air sehingga mengurangi laju
fotosintesis. kecerahan untuk kegiatan budidaya perikanan sebaiknya lebih dari
3 m. Oksigen terlarut merupakan parameter yang paling kritis di dalam budidaya ikan.
Kelarutan oksigen didalam air dipengaruhi suhu, salinitas dan tekanan udara.
Untuk kepentingan budidaya ikan, oksigen terlarut yang optimal berkisar 5 – 8
mg/l. Kedalaman perairan sangat penting bagi kelayakan budidaya,
Kedalaman
optimal saat surut antara dasar keramba dengan dasar perairan adalah 4 – 5 m.
Menurut Arief dan Laksmi (2006), klorofil-a
merupakan klorofil yang paling banyak terdapat dalam fitoplankton dan merupakan
bagian yang terpenting dalam proses fotosintesis. Sebagian fitoplankton yang
hidupdi laut banyak mengandung klorofil-a tersebut. Oleh karena it, adanya
klorofil-a di suatu perairan dapat digunakan sebagai indikasi suburnya perairan
tersebut. Pemetaan sebaran klorofil-a di laut pada dasarnya dapat dilakukan
dengan berbagai citra satelit, yaitu Landsad-ETM7+ dengan resolusi citra 30 m.
Penelitian ini dilakukan di sembilan
Desa yang ada di Pulau Bunguran, Kabupaten Natuna. Adapun desa yang menjadi lokasi
kegiatan tersebut yaitu Desa Pengadah, Desa Kelanga, Desa Tanjung, Desa
Sepempang, Desa Cemaga, Desa Sabang, Mawang Desa Sededap, Desa Pulau Tiga dan
Desa Kelarik. Hasil analisa spasial dengan menggunakan metode weighted
overlay diperoleh tiga kesesuaian kawasan KJT dan Rumput Laut yaitu: sangat
sesuai, sesuai dan tidak sesuai.
Kesesuaian kawasan untuk karamba jaring tancap (KJT) dan rumput
laut berada pada kelas sesuai yaitu sebesar 49,4% dengan luas kawasan 76.491,63
Ha, kemudian kelas sangat sesuai sebesar 31,1% luas 48.193,92 Ha dan tidak sesuai
sebesar 19,5% atau 30.174,3 Ha. Jika dominansi kelas kesesuaian kawasan berada
pada kelas sesuai dan sangat sesuai maka dapat dikatakan bahwa hampir
disepanjang garis pantai Pulau Bunguran dapat dilakukan aktifitas KJT dan
rumput laut seperti keramba jaring tancap maupun budidaya rumput laut.
Analisa spasial kawasan Pulau Bunguran dengan
menggunakan metode weighted overlay memberikan hasil bahwa dominansi
kesesuai kawasan untuk kegiatan KJT dan rumput laut berada pada kelas sesuai
yaitu sebesar 49,4%, kemudian kelas sangat sesuai sebesar 31,1% dan tidak
sesuai sebesar 19,5%. Hasil analisa untuk Desa Pengadah, Kelanga, Tanjung dan
Sepempang menunjukkan sebagian besar perairan di keempat desa tersebut layak
dilakukan aktifitas KJT dan rumput laut karena kelas kesesuaian berada pada
kelas sangat sesuai dan sesuai. Di perairan Desa Cemaga kelas sesuai
mendominasipada perairan ini, diikuti oleh kelas sangat sesuai dan tidak
sesuai. Kelas tidak sesuai dapat ditemukan disepanjang garis pantai Tanjung
Medang dan pada beberapa pulau kecil. Hasil analisa kesesuaian kawasan terlihat
sebagian besar kawasan pada perairan Pulau Tiga tidak sesuai khususnya pada
bagian luar Pulau Tiga yang berada di bagian Barat Selatan dan Timur. Namun
pada perairan antar pulau (selat-selat) merupakan kawasan yang sangat sesuai
dan sesuai untuk aktifitas KJT dan rumput laut. Di perairan Desa Kelarik sebagian
besar merupakan kawasan yang cocok untuk melakukan kegiatan KJT dan rumput
laut. Dominasi kelas kesesuaian sesuai dan sangat sesuai tersebar merata diperairannya.
Berdasarkan jurnal tersebut, hasil di beberapa Desa
seperti pada sekitar Pulau Sahi di Desa Tanjung, Pulau Senoa, Desa Sepempang.
disepanjang garis pantai Tanjung Medang bagian luar Pulau Tiga yang berada di
bagian Barat Selatan dan Timur, serta pulau-pulau kecil yang yang ada di Desa
Kelarik sebagian besar dikarenakan kedalaman yang tidak sesuai untuk usaha
karamba jaring apung dan rumput laut. Kedalaman menjadi pembatas kesesuaian
karena memiliki pengaruh yang paling besar diantara faktor-faktor lainnya.
Usaha budidaya menggunakan jaring tancap memerlukan kedalaman sekitar 0,5 meter
pada saat surut terendah. Rumput laut juga memerlukan kecerahan yang baik,
artinya perairantersebut tidak terlalu dalam agar intensitas cahaya matahari
yang masuk kedalam perairan dpat dimanfaatkan oleh rumput laut secara maksimal
untuk proses fotosintesis. Hal ini diperkuat oleh Soenardjo (2011), yang
menyatakan bahwa faktor kecerahan yang mendukung pertumbuhan rumput laut adalah
minimal 1,5m Kondisi ini sangat mendukung bagi pertumbuhan rumput laut dimana
proses fotosintesa dapat berlangsung secara maksimal. Seperti diketahui hasil
dari fotosintesa digunakan oleh tumbuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
2. Review jurnal dengan Judul “Pengukuran
Konsentrasi Klorofil-A Dengan Pengolahan Citra Landsat Etm-7 Dan Uji di
Perairan Selat Madura Bagian Barat”.
Penelitian lain menggunakan metode penginderaan jauh
dilakukan oleh Nuriya dkk. tahun 2010 yang bertujuan untuk mengetahui sebararan
klorofil-a diperairan Selat Madura bagian Barat. Klorofil merupakan parameter
yang sangat menentukan produktivitas primer lautan. Ketersediaan nutrien dan
intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi konsentrasi klorofil-a suatu
perairan. Apabila nutrien dan intensitas cahaya matahari tersedia cukup, maka
konsentrasi klorofil akan tinggi begitu pula sebaliknya. Distribusi dan
kelimpahan fitoplankton dapat diketahui dari kandungan klorofilnya melalui
teknologi penginderaan jauh, seperti dari citra satelit Landsat. Citra Landsat
bisa memberikan informasi data perairan berdasarkan nilai spektral obyek yang
direkam oleh sensor Landsat. Salah satu contoh aplikasi penginderaan jauh
tersebut digunakan untuk mendeteksi klorofil, suhu permukaan laut, dan lain
sebagainya. Uji akurasi citra dilakukan untuk mengetahui sejauh mana citra dapat
memberikan informasi tentang klorofil perairan. Hasil uji akurasi citra
nantinya akan dibandingkan dengan nilai klorofil yang telah diuji melalui
analisis laboratorium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
persebaran kandungan klorofil-a di Selat Madura bagian barat yang didapatkan
melalui pengolahan citra Landsat ETM 7 dan dibandingkan dengan analisa
laboratorium.
Penelitian sebaran klorofil ini
dilakukan dengan pengukuran konsentrasi klorofil dari sampel air laut dan
analisis citra satelit. Klorofil-a yang akan diteliti merupakan kandungan
klorofil-a yang ada di perairan Selat Madura bagian Barat khususnya daerah
perairan Socah, Kamal, Labang dan Kwanyar. Kanal tiga dan kanal empat dari
citra satelit Landsat dapat digunakan untuk mendeteksi konsentrasi klorofil-a
di perairan. Setelah model diperoleh, dilakukan pengujian terhadap hasil
analisis klorofil. Uji analisis menggunakan RMS error yang dapat mencerminkan
perbedaan antara nilai data lapang dengan nilai hasil ekstraksi citra satelit .
Dari hasil olah citra dengan
menggunakan citra Landsat ETM 7 dapat diketahui pada perairan Selat Madura
bagian utara mempunyai konsentrasi klorofil lebih tinggi dari Selat Madura
bagian barat berkisar antara 0.04-0.08 mg/m3, pada bagian barat dengan konsentrasi
klorofil paling rendah yaitu konsentrasi klorofil antara 0-0.04 mg/m3 dan pada
bagian selatan sebagian perairan dengan kandungan klorofil rendah tapi di
bagian lainnya mempunyai konsentrasi klorofil yang tinggi. Konsentrasi klorofil
hasil dari pengolahan citra berkisar dari 0.011 sampai 0.210 mg/m³. Daerah
dengan konsentrasi klorofil hasil pengolahan citra terendah terdapat pada
stasiun 9 sebesar 0.011 mg/m³ yaitu di perairan Kwanyar. konsentrasi klorofil
tertinggi yaitu pada stasiun 7 tepatnya di perairan Labang sebesar 0.210 mg/m³.
Nilai rata-rata konsentrasi klorofil dari pengolahan citra adalah 0,03536
mg/m3, dengan nilai minimun 0,011 mg/m3 dan nilai maksimum 0,21 mg/m3, SE =
0,017561, SD = 0,58245, dan range = 0,199. Nilai akurasi dari data hasil olah
citra adalah 0,4966. Nilai akurasi semakin mendekati 0,1 maka semakin bagus,
namun pada akurasi citra ini relatif rendah.
Hasil pengamatan dalam artikel,
diketahui nilai konsentrasi klorofil di tiap stasiun berbeda-beda. Hal ini
tergantung dari waktu pengambilan serta ketepatan saat uji analisis di
laboratorium, karena sampel klorofil yang diambil berbeda lokasi dan letaknya
berjauhan, maka waktu pelaksanaan pun berbeda. Pengambilan sampel pun dilakukan
tidak pada waktu yang sama. Nilai klorofil paling rendah terdapat pada stasiun
8 yaitu pada perairan Labang dengan kandungan klorofil sebesar 0.004 mg/m³,
sedangkan nilai klorofil tertinggi terdapat pada stasiun 5 daerah perairan
Kamal dengan kandungan klorofil 2.670 mg/m³. Rata-rata konsentrasi klorofil
adalah 0,42055 mg/m3 dengan nilai minimum 0,004 dan nilai maksimum 2,67, SE =
0,2667, SD = 0,58245, dengan range 2,666. Nilai akurasi untuk data hasil
analisis laboratorium adalah 0,6341, nilai akurasi untuk analisis laboratorium
ini juga rendah karena akurasi yang bagus jika
mendekati
0,1.
Setelah diketahui nilai dari kedua
analisis maka diadakan uji analisis dengan menggunakan RMSE. RMSE mencerminkan
perbedaan antara nilai data lapang dengan nilai hasil ekstraksi citra satelit.
Hasil uji akurasi dengan menghitung RMSE yaitu 0,934664. Nilai RMSE dari citra
Landsat untuk klorofil Selat Madura adalah 1,0631. Dari nilai RMSE yang didapat
dapat disimpulkan bahwa data yang didapatkan akurat karena semakin kecil nilai
RMSE maka semakin akurat data yang diperoleh.
Data yang diolah dari hasil
pengolahan citra maupun analisis laboratorium dapat diketahui menggunakan
uji-t, dimana uji-t nantinya dapat memberikan informasi apakah data dari kedua analisis ini mirip
atau tidak. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi klorofil dari hasil pengolahan
citra dan analisis laboratorium sama. Pengolahan citra dan analisis
laboratorium didapatkan hasil yang sama sehingga dapat menunjukkan akurasi
citra mampu memberikan informasi konsentrasi perairan setelah membandingkan dengan
data lapang. Dapat dilihat dari hasil penghitungan RMS error data yang
dihasilkan akurat karena nilai RMS error yang dihasilkan rendah. Serta pada
uji-t ratarata data menunjukkan kemiripan atau kesamaan konsentrasi klorofil.
Jadi, citra hasil penginderaan jauh masih dapat memberikan informasi tentang
suatu objek tanpa harus ke lapang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Sedangkan menurut Kunarso et al., (2011), yang menyatakan bahwa
kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan dan
produktifitas perairan. Faktor penyebab naiknya klorofil-a adalah meningkatnya
konsentrasi nutrien terlarut dan intensitas cahaya matahari yang masuk ke
perairan. Klorofl-a sangat penting dalam kegiatan budidaya untuk kesuburan
perairan, dengan adanya fitoplankton dan zooplankton. Penginderaan jarak jauh
menggunakan citra satelit ini sangat menarik untuk dilakukan, karena dapat
mengetahui potensi atau disini yaitu kandungan klorofil-a dengan menghemat
waktu dan tenaga. Sehingga dapat memajukan kegiatan budidaya perikanan tanpa
harus melakukan kegiatan penelitian langsung ke lokasi pengamatan seperti
contoh dengan hasil olah citra menggunakan citra Landsat ETM 7 ini, dapat
diketahui pada perairan Selat Madura bagian utara mempunyai konsentrasi klorofil
lebih tinggi dari Selat Madura bagian barat. Jadi adanya penginderaan jarakjauh
ini dapat menghemat waktu, tenaga dan lebih efisien.
Kesimpulan yang didapatkan
berdasarkan hasil review jurnal mengenai penerapan Sistem Informasi Geografis
dan penginderaan jauh pada kegiatan budidaya perairan adalah penggunaan SIG dan
penginderaan jauh berfungsi untuk menentukan lokasi yang sesuai pada kegiatan
budidaya perairan. Penggunaan SIG dan penginderaan jauh pada masyarakat budidaya
dapat mengoptimalkan pemanfaatan wilayah perairan yang ada disekitarnya, serta
dapat menghemat waktu dan tenaga dalam melakukan penelitian wilayah.